Pages

Rabu, 31 Maret 2010

Edisi 7

Condra Antoni
(Padang Sumbar)

Variasi Atas Cinta Zulaikha

Aku, perempuan yang datang dari hening hanya ingin berbagi padamu,
pada pangeran yang turun dari bumi membawa separuh paras Tuhan
dimanakah dosa, ketika yang ku tahu hanya putih gamismu
hanya pucat pasi bahasa hati

sekeruh cinta yang mengering dalam rerimbun utruj
wanita yang lain, yang hidup dalam kemegahan para al-aziz
menjadikan aku perempuan, sebagaimana Hawa,
sumber petaka para lelaki
kerena mereka menatap peradaban tidak dari basah rindu yang kupunya

kelelakianmu mencampakkan aku ke tepi panggung sejarah tentang kelembutan
tapi matamu, tiada sesiapa yang tak mengerti akan rindu yang sama
jarak yang meradang
adalah deru ayat-ayat Kasih yang memilih menerpa wajahmu
lalu tandaslah aku pada garis tangan yang telah ditahbiskan

Padang, Mei 2005

Cut Uswatun Khasanah ZA
(Aceh)

Tragedi Tsunami

Jerit yang membelah-belah sunyi
Dalam gemuruh pasang bandang
Gelombang ganas meluluhlantakkan
Isi negri yang elok

Acehku meu bae’-bae’
Acehku meu bae’-bae’
Acehku meu bae’-bae’

Gedung, rumah
Perahu,pepohonan
Dan apa saja rata dengan tanah
Beribu nyawa melayang
Dalam gulungan angin dan gelombang
Tak ada satu pun yang tersisa
Kecuali maut yang bergelimpangan

Acehku meu bae’-bae’
Acehku meu bae’-bae’
Acehku meu bae’-bae’

Dari ujung khatulistiwa
Hatiku tafakur :
Atas kehendak-Mu
Kembalikan Acehku

Aceh, 2005

D. Zawawi Imron
(Batang-Batang - Madura)

Ibu

kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunpun gugur bersama reranting
hanya mata air airmatamu, ibu, yang tetap lancar mengalir

bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sarisari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar

ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang meyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti

bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu

Dani Fuadhillah
(Dado Masokis)
(Surakarta)

Rasanya

rasanya pernah ada seutas tali berwarna merah
terikat dipinggangmu yang ramping
ketika kamu melenggang menirukan irama-irama
keraguan tanpa ragu

mengajak mengikuti simfoni kaku sambil
sengaja kau gigit gigit sehingga melumat lembut lidahmu
sambil membuat senyum simpul diujungnya
kau buat biar lebih erat dipegang , katamu

kadang kamu jadikan kabel telepon
hingga berjam-jam lamanya sambil rebah
kamu muntahkan kata-kata baku
rasanya, kamu masih terikat !

Solo, 25 Desember 2004


Dewa Pahuluan
(Banjarbaru)

Qurban

Qurban kali ini, kumau
Membasuh daki barang
seupal
Darah qurban kali ini
kumau
Rasuki jiwa yang kembara
entah kemana
Qurban kali ini, kumau
Merahkan tekadku sudahi
tualang tak berujung
Darah qurban kali ini,
kumau
Hidupkan matirasaku akan
asmaMu
Qurban kali ini, kumau
bangunkan tidur panjangku
Darah qurban kali ini,
kumau
Mengalir dan mengalir tiada
henti. Pelan tak mengapa
menuju lorongmu, sampai
di batas jemputan maut

Banjarbaru, 2005

0 komentar:

Posting Komentar