Pages

Rabu, 31 Maret 2010

Edisi 11

Hamami Adaby
(Banjarbaru)

Tentang Rasa
(: Ide Nusantara,Arsyad Indradi)

Terasaku serasa rasa seperti kamu
yang terasa dalam perasaan ada rasaku
rasa nikmat terasa dalam perasaan
disyukuri nikmat bertaut makna

Di darah merah kita mewarna sewarna
lalu bagaimana rasa yang ditiup hembus angin
bermakna esa nafas yang ada rasa
diraba rasa dirasa belum lagi sempurna
dikepak sayap usia

Yang kau beri aku rasa susu lezatkah rasa ?
dalam kental warna teraba rasa
antara buah jakun dan perut, habis warna
makna terasa dalam seribu rasa

Tapi ada zat pewarna yang mengubah rasa
cacing-cacing melipat tanah, ulat melipat warna
gulung menggulung daun perasa terhimpit sisa warna
cahaya siapa datang membangun rasa
dalam rumah tanpa penghuni

Ada jendela rasa yang mengeliatkan rasa
dalam rasa, rasaku dan rasanya

Adalah rasanya seniman lapar tak terasa
haus dahaga menatah rasa jadi perasa sejati
seniman kutub berkiblat rasa renyuh suara kecapi
katanya adakah seniman yang kaya raya
kalau ada potong lidahnya, rasakan perihnya
berdarah-darah dalamkeping rasa

Adakah seniman terdengar korupsi ?
kalau dugaan itu benar, paling mengorup kata-kata
boleh juga kalau memang demikian
Rasaku, rasa engkau dan kalian berbeda warna.

Banjarbaru, 10 Februari 2005

Handoyo Wibowo
(Oei Tjhian Hwat)
(Yogyakarta)

Rindu
( rindangnya syahdu )

benarkah bertemu menetralkan rindu
yang selama ini senantiasa mengganggu

dimana telah lama menggeliat indah dikalbu
ber asa agar selalu hangat bersua tiada berlalu

sampai malupun terselimut kangen menggebu
walau semalam sudah memetik nuansa semu

y o g y a k a r t a
13 desember 2005


Harta Pinem
(Medan)

Gebyar Suara

Untuk siapakah gebyar suara ini
Semua dihadirkan di aula Hotel Nuansa Pekanbaru
Malam kian bergemuruh
Ditambah musik karaoke di gedung sebelah
Inikah pergulan manusia menjelang maut tiba
Sementara Dita dan Widyawati asyik bicara tentang pergulatan
Hari esok
Sepulang menonton pertunjukan ABCD-nya musik masa kini
Kita tiduran di ranjang sunyi
Mengenang Chairil dan Raja Ali Haji
Gurindam itu kekasih bisakah menenangkan kita
Puisi-puisi luka itu dapatkah kita cerna lagi di sini
Kabarkanlah semua rindu ini pada Koran pagi
Aku tak punya kekuatan menahan sakit
Jika esok kita harus pulang
Semoga kenangan manis jadi ingatan sampai nanti

Medan, 2005



Hasan Bisri BFC
(Bekasi)

Thawaf Qudum

Aku kirimkan serimbun doa
Diiringi melodia talbiah
Seraya mengasah malam
Menajamkan iman yang melimpah

Senyampang musim ini
Musim bercinta
Bagi umat Muhammad
Yang didalamnya hamparan syafaat

Kukembarai sunyi dan belantara malam
Bening embunnya kutampung
Tuk ngeramasi iman
Biar cahyanya nyuci jantung

Inilah poros ‘Arsy
Disini ruhku tenggelam dan hanyut
Dalam kumparan waktu
Tiada sempadan, tiada batas

2004

Heru Mugiarso
(Semarang)

Puisi di Titik Nol

Saat engkau kibaskan pendulum dari raut langit yang muram
Penantian gerimis seperti lagu ngelangut
Musim menggenang pada bau bacin selokan
Gemetar hatimu menulis puisipuisi keruh

Lalu kuraba kenangan pada wajahmu
Kusaksikan udara yang gemetar
Rahasia diamdiam mengendapendap
Meminta mulut mengucapkan

Dan kalam demi kalampun ditembakkan
Dari ujung laras senapan
Membidik mata waktu yang mulai rabun
Mengoyak kesunyian yang ngungun

Di titik nol
Kembali kurayakan puisi
Kutanam jasadku pada kubur meditasi
Kulipat percakapan ranting dan daun
Tentang rasa kehilangan

Karena puisi telah lama mengigau
Dalam sihir dan pukau

2005

0 komentar:

Posting Komentar