Pages

Rabu, 31 Maret 2010

Edisi 19

Micky Hidayat
(Banjarmasin)

Meditasi Rindu
Bagi ayahnda Hijaz Yamani

1
Mengingat kembali dirimu
Keterasingan dan sunyi pun menyapa
Menulisi air mata, di antara kata-kata liar buruanku
Mengaliri duka cita tak pernah terucapkan
Sekelompok camar membelah laut
Kumandang takbir melayang-layang di udara
Menyusun riwayat dunia yang tak pernah tamat kubaca
Selalu kubaca, berulang-ulang aku membacanya

2.
Tiba-tiba rinduku padamu
Menjelma sebuah menara menjulang
Mengajari udara beterbangan
Dengan kesabaran
Mengusik cuaca dan angin
Cahaya matahari mengirimkan salam dan doa
Yang tumpah dalam kenikmatan ruang dan waktu
Dalam keheningan sempurna

3.
Bayang-bayang wajahmu
Menjelma rembulan dan bintang-bintang
Di hamparan sajadah kebijaksanaan
Kekhusukan tasbih dan tahmid
Dengan kesetiaan samudera
Berkelebatan ayat-ayat
Berkilauan rahasia-rahasia
Tebing-tebing mimpi dunia
Yang diselimuti kabut
Dalam tahajud sunyi

4.
Mendaki, mendaki
Mendakilah !
Semadi, semadi
Semadilah !
Hingga ke puncak zikir kembara
Telah engkau reguk kehidupan fana dengan air mata
Telah engkau enyahkan kilau-kemilau dan kecemasan dunia
Menuju ketenangan maha sempurna

5.
Telah engkau tamatkan membaca beribu ayat
Hingga menerangi alam semesta
Telah engkau tuntaskan tafakur dalam keheningan
Berkhalwat dalam salawat
Cahaya nabi dan para rasul
Mengembara menuju mahsyar
Bertakbir tak habis-habis takbir
Di keluasan sajadah
Hingga sujud dalam rakaat demi rakaatmu
Menyentuh surga

6.
Dan aku di sini, di puncak kerinduan ini
Beribu tahun memunguti kesepian tak terperi
Dalam ketidakberdayaan, di ruang kefanaanku
Dan menanti, akankah kau datang lagi dengan senyum khasmu
Kemudian pergi tanpa pamit bersama mimpiku yang mawar
Juga rinduku tak terpuaskan

7.
Sebagaimana sajak-sajak yang mengalir
Dari kawah batinku, pada setiap puncak pendakianku
Selalu saja menulisi kecemasan dunia
Menangisi luka bulan, bintang-bintang, dan matahari
Mentasbihkan kebijakan dan kebajikan
Menzikirkan kebaikan dan kebenaran
Yang pernah kau ajarkan diam-diam padaku
Seperti kediaman batu-batu

8.
O, bapak, sebagaimana puisi-puisimu
Yang kini tak bisa lagi bicara
Tetapi masih berulang-ulang kubaca
Aku baca !
Sebagaimana aku terus belajar mengeja
Dan mencari kata-kata
Sebagaimana aku terus belajar membaca
Isyarat dan gerak zaman
Sambil mengumandangkan ayat-ayat kebenaran
Dengan cahaya zikir dan air mata doa
Mengkristal dalam jiwamu yang mawar
Bersemayam cahaya maha cahaya-Nya

2001/2003

Miziansyah J.
(Samarinda)

Dendang Duka
(Sajak ta’ziah bagi Alm.H.Zailani Ideris)

Tangis tabur bunga menghentikan deru angin seketika
Seekor rangkong turut merenungi musim berganti
Mengapa dawai sampe yang dipetik tiba-tiba putus
Padahal melodi Tepian Pandan masih didendangkan
Padahal pesta mentari masih kita inginkan sepanjang pagi
Tangis tabur bunga dalam ini duka menghentikan segala pesta

Suasana kaku membujurkan jasad saudaraku
Inilah sebuah kepergian tanpa ditahan
Tertinggallah masalalu dengan sejuta kenangan
Pupuslah cita dan cinta
Atas kebiruan langit dan keindahan dunia

Tiada sekeping mimpipun tertinggal
kecuali renda-renda kerinduan
Kerinduannya adalah arus yang mengalir
kemuaraNya
Adalah kita yang tertinggal
Adalah dia yang mencapai samapai

Samarinda, 1999

Catatan :
Rangkong = burung anggang
Tepian Pandan = julukan untuk kota Tenggarong
Sampe = alat musik petik suku Dayak Benuaq


Muhammad Choirul Anam

(Boyolali)

Mengeja Malam Runtuh dan Kejatuhan Bintang

gununggunung malam runtuh
ketika bintang sedang menjaga kejatuhannya
kabut gelisah dengan warna hitam yang mengitari tubuhnya
sementara langit hanya bersedekap
menunggumatahari yang sebentar lagi akan naik di punggungnya

aku lupa memandang gelap
aku luput menghitung cahaya
sementara rekaat telah memburai menjadi neraka

ruang renung, mei4, 2005

1 komentar:

Anonim mengatakan...

karena sudah lama, saya jadi lupa, apa saya pernah mengirim dan kemana, tolong, bisa minta info lengkap tentang puisi saya Elthon John yang ada di sini. Mas Yayun memang nama saya, cuma saya sudah lupa. atas infonya terima kasih

Posting Komentar