Pages

Rabu, 31 Maret 2010

Edisi 25

Raudal Tanjung Banua
(Yogyakarta)

Kami Bertukar Kisah
Di Ujung Puntung Kenangan

Kami bertukar kisah
di ujung puntung
kenangan. Kalau untung
kami bertemu sisa bara
guratan retak telapak tangan

Atau abu

sia-sia kami genggam.
Begitulah kami mengais
dalam abu
dengan perih luka tersiram
Dan ketika kami dapatkan
bara nyala di masing mata
Tak ada lagi yang kami pinta
selain buta.

Sebab retak untung terlanjur bicara
Puntung dan abu tak mungkin kembali kayu
di rimba.

Maka kami tinggal bertukar kisah
dalam kelam buta. Dan terasa
puntung padam
kembali nyala
Tangan kami
terasa bara.

Kami pun kekal
dalam dendang harap si kisah lama:
Kalau tak untung di hidup nyata
di gaib hidup kita berjumpa!

Yogyakarta, 2004

Rian Angkasa Pinem
(Bandung)

Semalam Cahaya Surut

maafkan, bila purnama muram
sukmaku di hujam panah malam
sisa hujan selalu membungkam
terbayang ruang sunyi mengancam

peristiwa alam adalah mutiara
saat kerinduan memuncak di udara
ada getar pertemuan yang bermuara
tapi kehinaan semakin nyaring bersuara

adakah tumpahan cinta bagi keterasingan
perjalanan tak selesai dalam hitungan
hingga luka tak henti bergandengan
kupercaya do’a sebagai nadi kenangan

kita bersama mewarnai lukisan dunia
membingkai catatan waktu yang tersedia
dengan ketulusan langkah begitu setia
menatap esok bersama bidadari yang ceria

tetaplah tersenyum saat kematian tiba
walau sejagad resah terus meraba

Kobong Sunyi, 26 Pebruari 2005

Rizki Sharaf
(Bandung)

Tangis Pengemis

Airmata mengalir
jadi air bah.
Semua hanyut
oleh kesakitan anak kecil
yang hilang bapak-ibunya,
bergayut pada kaleng kosong
sebagai sampan
penadah rupiah

Uang tak bisa hentikan tangisan Tuan!
Silakan berlalu-lalang
bersama dompet yang enggan
melepas lajang.

Dia tidak untuk dipandang,
tapi untuk direnungkan.

Bandung, 2005

Rohadi Noor
(Kudus)

Silhouette
: M

kegelisahan yang menancap di matamu
adalah usia yang mengendap-endap
menerjemahkan waktu yang mengalir

pokok-pokok tanjung di halaman
tempat kau belenggu hatimu telah usai berbuah
sementara engkau terus menunggu bunganya

(merpati yang engkau lepas kemarin
mengapa juga tak kunjung pulang)

lalu cinta,
cuma terlipat di celana
menebak birahi yang meronta-ronta
menerkammu dari segala penjuru

gadis yang selalu muncul di dalam mimpi
menjelma perempuan renta
karena tak pernah kau sapa

tangismu pecah bersama gerimis
pucuk-pucuknya menjelma anak panah
yang memasuki belantara hatimu
terus dan terus

adakah senyum itu kemenangan atas sakit
atau kau terlalu bodoh
membaca bayangmu sendiri !

Pekalongan, 29 Juli 2003

0 komentar:

Posting Komentar