Pages

Rabu, 31 Maret 2010

Edisi 33

Thomas Budi Santoso
(Kudus)

Matahari Miring Di 5 April 2005

(mementomori: be tjien siong
via mutatur non tulitur
hidup itu diubah, bukan dilenyapkan)

ketika matahari miring di wajahnya
sekuntum flamboyant, jatuh
di wajahnya yang hilang dan
seekor kumbang, mengusapkan serbuk bunga
di keningnya yang biru

seolah bermimpi terdengar lembut sekali:
langkah-langkah yang ringan, gemericik senyum
kata-kata cinta, guratan neka suara yang
diterpa angin – jauh
bersamanya

jam yang telah ditetapkan
bumi yang dulu melahirkannya
menatih lingkaran sempurna
di akhir bayang-bayang yang
penuh bermuatan bunga
di atas matahari

kudus, 06.04.2005


Tresna Ismaya
(Bandung)

Jika

jika aku seorang petani,
akan kutanam benih cinta
jika aku seorang arsitek,
akan kubangun kembali cinta yang porak poranda
jika aku seorang pemadam kebakaran,
akan kusiram cinta yang terbakar
jika aku seorang guru,
akan kuajarkan bagaimana bercinta
jika aku seorang dokter,
akan aku cari obat luka karena cinta
jika aku seorang ibu,
akan aku lahirkan berjuta cinta ke dunia
jika ini bukan jika,
aku bahagia

25 Agustus 2003

Triyugi Rizki Windarsi
(Yogyakarta)

Penjaga Kebun

Kami hanya penjaga kebun
Kebun yang pernah kami beli tiga puluh tahun yang lalu
Yang selalu kami usahakan pengelolaannya
Dari menanam sampai menyemprot hama
Yang setiap tahun buahnya kami jual

Kami ini hanya penjaga kebun
Yang tidak pernah percaya akan ilmu pasti
Hingga suatu saat kebun kami tak berbuah
Walau seperti biasa kami sirami
Pelajaran selalu datang kepada kami
Karena setelah berupaya, hanya menunggu yang kami mampu
Kemurahan dari pemilik kebun itu
Yang hanya berikan kami satu kesulitan di atas dua sembilan
kemudahan

Jadi, kami ini hanya penjaga kebun
Yang tetap akan menunggu
Sampai hari yang terbatas bagi napas

Uni Sagena
(Samarinda)

Perempuan Ilalang
--buat @

Di sini,
Ilalang tak pernah mati
Si liar setubuhi gairah pada tandusnya jiwa sang pencinta
Garang matahari Membakar ubun-ubun
Sia-sia …
Dan ilalang tak juga mati

Di sini ilalang
Di sini tak juga mati
Si binal menggeliat dalam pesona yang ringkih
Terbius meradang
Menembus sum-sum
Sia-sia saja…
karena ilalang tak juga mati

Di sini ilalang
Di sini tak juga mati
Tumbuh di tebing
Tumbuh di relung
Tumbuh di malam
Pada detak-detik panjang
Yang menelantarkanku pada hening tak bertepi
Tersuruk pada sunyi yang sepi
Terpelanting dalam nyeri tak berperi
Namun ilalang tak juga mati

Ah, keras kepala kucumbu kau
Bersama asa yang tak berkesudahan
Karena di sini,
Ilalang
tak juga
mati:

Viddy Ad Daery
(Lamongan)

Laut Langkawi

Aku naik jetty dari Kuala Kedah
Nun di cakrawala, dipermainkan gelombang
Pulau Langkawi bagai kiambang

Laut membuncah, kapal-kapal nelayan berangkat
Bagai barisan armada Merong Mahawangsa

Berjajar pulau dan karang
Berlabuh satu dua perahu kumbar
Aku membayangkan zaman dulu
Perahu dagang dan perompak kejar-mengejar
Di manakah orang-orang Coromandel menukar tembikar ?
Di manakah armada besar Sri Wijaya menebar jangkar ?

Di ceruk mana mereka larung Putri Mahsuri ?
Di teluk mana perahu Mojopahit mencari Gunung Jerai ?

Belum habis tanya dan kenang
Telah tampak Dataran Tinggi Elang
Langkawi dijaganya, dengan sayap terkembang
Karena dia bangga, Langkawi tak lagi bernasib malang
Tak seperti negeriku
Tempat kami menyesal dilahirkan

Pulau Langkawi, seberang Kedah, Malaysia November 2000

0 komentar:

Posting Komentar