Pages

Rabu, 31 Maret 2010

Edisi 35

Yopi Setia Umbara
(Bandung)

Mozaik Ibu

Adalah cinta
:setiap tetes air susumu mengajarkan jejak
nafas yang kau pungut dari usia. hanya
senja mengurai setiap helai rambutmu
menjadi uban di kursi goyang,
meninabobokan keluh.

Seperti mozaik di matamu
:kepingan mimpi dan harapan terangkai
menjadi satu ujaran bijaksana,
tentang perih liku hidup;
senyummu bagai nadi, tak pernah putus

Engkaulah gradasi warna langkah
:tertata meski semakin renta.
telah yakin memenuhi jiwa. hingga
tak pantas untuk didusta,
apalagi terus diminta.

2005


Yudhi MS
(Kudus)

Akuarium

liuk gemulai ekor-ekor ikan dan mulut-mulut kecil
bemain gelembung menyihirmu melayang
ke sebuah taman yang bebunganya digoyang
kupu-kupu pagi

bukankah membuatnya semakin terkungkung?
tidak!, katamu – seakan penguasa lapang taman dan
dasar palung –
lihat sisik berkilau indah ditimpa aneka sinar lampu.
lihatlah, ia mengarus ke arah segala,
aman dari intaian dan tak kurang-kurang, riang bermain
di antara karang, kulit tiram dan lembut lumut

ah, tidakkah kaubaca mata buram kabut
jika jiwa kembara terenggut
dari nurani setiap mahluk?

Kudus, 2004

Yupnical Seketi
(Jambi)

Nyalib Diri



Yusri Fajar
(Malang)

Senandung Tubuh Luruh

Keranda di atas trotoar
Mengirim kabar yang gemetar
“Ada tubuh luruh
Di garis tengah jalan
Yang berubah kehitaman.”

Mata kata sekejap sirna dari cahaya
wicara membeku dalam detak kaku
sukma membisikkan syair selamat datang
Pada bentangan kafan dan galian liang
Di hari petang yang lengang.
Suaranya lirih karena perih.

Jalan dikurung deru luka
Pilu tumpah tersedu-sedu
Batas telah memberi akhir
Melambaikan kain hitam menyerupai
kerudung di tengah kerumunan peziarah.
wajah mereka bersemuka dalam nada
terpaut kalut di tepi garis maut
Tempat nyawa dijemput.

Airmata memendar di langit terbuka
Melukis nestapa yang sia-sia.
Batin tak henti melantunkan tembang luruh
di pinggir waktu yang hening dan gaduh.

Malang, Juli 2005

0 komentar:

Posting Komentar