Pages

Selasa, 06 April 2010

Puisi Tahun 2007

Bulan Dalam Hujan
memoriam : ari setya ardhi

Di tengah hujan aku terus berlari
menyerumu : Beri aku bulan
Inilah hasratku yang besar
Yang kusampankan
Di Batanghari
Di mana kau selalu membasuh mimpi

( sesekali kau menoleh
cuma sekuntum senyum dimekarkan
setelah satu anggukan )

Sekejap pun mataku
Tak luput menatap cahaya itu
Bulan tibatiba menyabit
Dan lenyap di alir darahku

( hujan terus juga menderai
hujan terus juga menghitamkan
Batanghari )

Aku termangu
Menatap bulan lain
Basah di ujung tapak kakiku

Banjarbaru, Jan 2007



Malam Penuh Riwayat
: Diah Hadaning

Masih terjaga ketika kau berkata : Kita bukan bayang yang tenggelam
dalam tabir kelamnya. Biarkan hanyut, melata seperti ular.
Lidahnya menjulur melahirkan riwayat dan matanya
Lihatlah meneteskan sajaksajak yang bertuak

Bertuak sepanjang malam. Aku mabuk dalam bulan Meimu
Mabuk kembangapi muncrat dari usiamu yang panjang
Aku berbisik : Izinkan aku mencium aroma tanganmu

Malam itu beribu riwayat. Tak lelah sedikit pun menatap lalulintas
jalan kehidupan sepanjang Cikini Raya
sampai TIM itu kelelap tenggelam seribu diam
Kita kemudian terus juga berjalan sepanjang trotoar
dan bertambat di lobi Alya Hotel, kembali bersulang

Kita bersitatap : Sungguh masih begitu bening bola matamu
Lalu kita mencuci impian digema azan dini hari
Dan kau berkata : Sungguh eloknya surya bangkit nun di timur

Bulan Mei selalu ada di bulan Desembermu : bisikmu penuh rahasia
Lalu berlari masuk bus dan lenyap dari pandangan
Di seberang jalan aku masih berdiri menatap bayangan
yang semakin menebal dalam kenangan

Jakarta, 2007


BSD City Suatu Malam

Bersulang di Farmers Market
Menari di Summarecon Mal Serpong
Ngoceh di CNCMa XXI
Lalu larut di Bugogi House

Beri aku kristal malam
Dari BSD yang paling City

Lonceng siapa berkelenengan tibatiba
Bulan membelah dan merkuri mendesah
Ketika City semakin tumpah
Di bibir merkah

Serpong, 2007


Diatas Ranjang Waktu

Kuhempashempas tubuh
Agar muncrat api
Raya Puncak muntah salju
Tubuhku beku

Tak ada api, kaukah api
Tak ada tungku, kaukah tungku
Ah begitu jahanamnya malam

Tak lelehleleh
Setiap erang kuhempashepas
di batubatu rindu

Kau berkata : Membaralah dalam tubuhku
Hingga puncak ekstase
Di atas ranjang waktu

Bogor, 2007


Menyongsong 17 Agustus

Tanganku gemetar
Membuang lumut di sebuah batu nisan di tengah hutan
Tak pernah ada seorang pun menabur bunga
Apalagi upacara renungan
Di batu nisan ini bertulis
: Telah gugur kesumabangsa bernama Merdeka
Tgl. 17 bulan 8 tahun 196
Jam nolnol

Merahputih terkulai di tengah tiang
Siapakah lagi yang gugur di medanperang hari ini
Satupersatu wajahwajah menunduk merenungi hatinya
Bungabunga zikir bertabur di pusara

Setiap menyongsong 17 Agustus
Mengalir airmata
Tapi siapakah lagi yang tiada bersangsi

Mencintai Tanahair ini selain kita sendiri
Dan menanamnya dalam sanubari

Masih tertanam dalam ingatan
Ketika kesumabangsa memporakporandakan penjajah
dengan kucuran airmata, darah, harta dan nyawa
Dan tak tahu lagi entah kemana tulangbelulangnya berserakan
Maka siapa lagi kalau bukan kita mengusung hatinurani
Agar Ia lahir kembali
Dan menghidupkan kembali keadilan dan kebenaran yang telah mati

Serpong,2007


Tuhan Jangan Kau Sembunyikan Doaku

Darahku seperti alapalap bersayapangin
Begitu isak kecil membuka pintu yang lama terkunci
Jemputlah anganmu yang terbengkalai
Aku tumpah dari perjalananmu yang panjang

Tumpah dari lukalukarindumu
Setiap jalan bersimpang kau bergumul dengan bimbang
Di batubatu kehidupan kau tulis riwayat impian
Sebelum matahari keburu terbenam

Duhai jagat,aku tak pernah mau terajal sedikitpun
Pada sekalian dusta semesta
Sebab aku lahir pada diriku sendiri
Selamat tinggal pada fatamorgana

Kubaca isak dis’luruh tapaktapakkakiku
Dan tak letihletih menulis aksaranamamu
Tuhan jangan kau sembunyikan doaku

Serpong - Tangerang, 2007


Pulang

Memandang burungburung melintas sawang
Ingin kudengar kepaknya kemana akan tetirah
Senja yang semakin kelam
Kasidah sunyi semakin dalam

Aku terus juga berjalan menyisir suratan alamat
Dan tak pernah lagi menghintung perhentian
Dimana aku datang dan pergi
Kemudian datang
Dan sampai waktunya tak pernah kembali lagi
Masuk rumah keabadian sunyi

Serpong, 2007


Seorang Polisi Pamongpraja

Pasar kumuh itu telah terkepung
Tak satu pun bisa lolos
Pedagangpedagang kakilima itu
Tak sempat menyelamatkan dagangannya
Terpaku dan putus asa

Satuan Polisi Pamong Praja itu
Dengan beringas dan tangkasnya
Menggulung dagangan para pedagang kakilima ke mobil
Lalu dengan dengus panjang mobil itu pergi

Dibalik tembok pertokoan
Seorang Polisi Pamong Praja
Wajahnya pucat dan gemetar
Menyaksikan seorang perempuan tua
Meratapi dagangan sayurannya yang digulung

Seorang Polisi Pamong Praja
Di balik tembok pertokoan
Meratapi dirinya
Sayuryayuran itulah yang membesarkannya
Dan menjadikan ia Polisi Pamong Praja
Perempuan tua itu adalah ibunya

Pertokoan dan ruko bertumbuhan di negeri tercinta ini
Seperti jamur dimusim hujan
Tapi adakah yang mau berpikir solusi buat rakyat kecil
Yang waswas menggerai dagangannya di kaki lima

Seorang pengemis tibatiba terperanjat dan gemetar
Di depannya melintas seorang Polisi Pamong Praja berwajah pucat
Pengemis itu diamdiam melihat Polisi itu
Hilang dalam gerombolan hirukpikuk orangorang

banjarbaru, 2007


Disebuah Watas

Memandang mentari strubery melahirkan pagi dalam kicau burung
Kuhirup nafas dedaunan pohon sepanjang perbukitan
Wajahmukah yang mandi di telaga kemilau cahya
Sehingga angin mendesahkan aroma cinta ?

Di serambi villa,
Mencuci segala dukalara
Kulunaskan riwayat yang sudahsudah
Didekapan cahya matamu

Serpong, 26 juli 2007


Jauhkan Fatamorgana di Mataku

Mengapa aku selalu berpaling dari tatapan
Karena aku tak ingin lagi terperangkap
Sebab aku telah membaca semesta
Aku tak pernah lagi percaya pada nasib
Maka meski terus berjalan
Larat yang paling penghabisan
Adalah efitap rampungan segala jejak
Mengembalikan nafas

Dan tak lagi mengenang
musafir mengarung dunia ini
kecuali membungkus tulang belulang
dengan asmamu.

Bbaru, 2007


Gelisah Laut

Laut yang mengguncang ombak
Pantai dan karang
Tempat curahan deburan jiwa

Matahari kian memerah
Persengketaandemipersengkataan
Tak pernah usaiusai

Di kaki langit
Ruhruh bergumpal awan
Dan mengapung di atas laut

Burungburung laut
Tak mengenal lagi kemana terbangnya
Dalam kegelisahan kita

Bbaru, 2007


Aliflammim

Tibatiba ada serupa kitab
yang dibuka lembardemilembar
Dan memancar cahaya dan beriburibu suara
Tangan mereka pun lumpuh dan terkulai
Dari kunci rahasia yang tak mampu mereka buka
Mereka telah kehilangan mata dan kedua telinga
Sebab mereka telah mendustakan firmannya
Setelah mengetahui di antara debudebu
Mereka lebih kecil dari sekalian debu yang paling kecil
Lalu mereka pun bersujud seraya menyeru namamu

Bbaru, 2007


Narasi Rindu

Bagaimana aku tak akan mengatakan
Siapa yang memetik bulan
sehingga aku kehilangan terang
Malam semakin dalam
Menyelamkan jiwa sampai kepaling dalam
Kau menatapku dan berkata : Katakan
Siapa meronce mimpinya yang terburai

Ketika pagi tiba
Tibatiba melihat kau masih di pembaringan
Meronce sejumlah mimpi
Dan bulan di antara dua alis mata

Tapi pada malammalam berikutnya
Aku tak pernah lagi melihatmu
Setiap pergi ke pembaringan
tak lepas menatap bulan
Berharap kau ada di sana

Bbaru, 2007


Mestikah Risau

Mestikah risau. Sebab masih ada lembahlembah penyimpan airmata. Mestikah riasu. Sebab masih ada ilalang tempat berteduh. Mestikah risau. Sebab masih ada burungburung pelunas letih. Mestikah risau. Sebab masih ada guntungguntung tempat mencuci duka. Masihkah risau.
Kaririang selalu bernyanyi di bukit batu. Bungabunga bungur tak pernah berhenti menunggu buah dalam cahya mentari. Hembus angin adalah napas.jeram yang menumpahkan gemuruh adalah langkah.
Sebab hidup bukanlah sewaktu mati
Dan mati sewaktu hidup

Bbaru,2007


Hanya Kepada Laut

Kemana lagi kami akan dapat berkatakata
Hanya kepada laut
yang dapat mengarungkan jiwa yang kesumat
membawa sejarah yang telah kehilangan aksaranya
membawa peradaban yang kehilangan maknanya
Kami tak dapat lagi berkatakata
Sebab kemerdekaan negeri telah kehilangan ruhnya

Hanya kepada laut
Yang dapat memahami apa yang terkandung dalam katakata kami
Kau dengar setiap debur gulungan ombak
Kau akan tahu
dimana kami letakan jiwa yang tak pernah diam


Bbaru, 2007

Cermin Akhir Tahun

hanya itu yang mampu terucapkan, semuanya luluh di matamu
bulan yang tinggal seiris diamdiam bergegas ke rerumpun ilalang menumpahkan anggurdukanya.


Babaru, 2007

Negeri Kami

Negeri ini lahir dari sejarah
Tapi karena kau berkuasa
Kau banyak mengaburkannya

Negeri ini bersbudaya tinggi
Tapi tersiasia
Karena kau tak menghargainya

Negeri ini subur
Tapi hidup kami miskin
Karena kau tak memberi kami

Negeri ini jauh tertinggal
Karena kau mengabaikan pendidikan
Sehingga miskin sdmnya

Negeri ini banyak pengangguran
Sehingga terlantar dimanamana
Karena kau tak mampu menyediakan lapangan kerja

Negeri ini tinggi peradabannya
Tapi kau sendiri tak beradab
Sehingga bersengketa

Negeri ini tanah kelahiran kami
Tapi kami tak bisa bersuara lagi
Sebab kau banyak mengubar janji

Bbaru,2007


Bakantan

Jika kau manusia tahu arti kehidupan kau akan tahu
Betapa negeri ini mengasihsayangi mereka
Memberi rumah yang menghijau
Gunung lembah riam yang damai
Berabad tahun hidup tentram

Jika kau manusia yang beradap kau akan tahu
Di balik batubatu gua
Mereka tercenung dan miris
Melihat kau menebangi rumah mereka
Membredel gunung lembah dan riam

Jika kau manusia yang berhatinurani kau akan tahu
Mereka berpuluh tahun hidup
Berumah ranggas
Bergunung berlembah beriam lengang

Jika kau manusia yang berprikemanusiaan
Maka kau tak akan
Memburu mereka
Menculik mereka

Tetapi kau manusia yang paling hina
Karena tak pernah tahu
Mereka adalah mascot negeri ini

Bbaru,2007

**** bakantan = sejenis kera berhidung panjang
lambang fauna Kalimantan Selatan


Seekor Bakantan Betina

Seekor bakantan betina
Di balik jeruji besi matanya luka
Menatatap kawankawannya di batubatu dan bukitbukit
Menatapnya dengan wajahwajah miris

Seekor bakantan betina
Memeluk erat anaknya yang membenamkan wajahnya
ketubuhnya
lantaran takut yang sangat menikamnya

Seekor bakantan betina
Sosok ibu yang teramat ibu
Ketika orangorang itu memburu
Bersama kawankawanannya berlarian panik menyelamatkan diri
Anaknya terlepas dari gendongannya dan jatuh ke tanah
Sang ibu kembali mengambil anaknya
Tibatiba jaring menyergapnya

Seekor bakantan betina
Anaknya melekat erat di tubuhnya
Matanya luka
Menatap negrinya yang semakin jauh
Ketika kerangkeng itu dibawa pergi

Seekor bakantan betina
Di balik jeruji besi
Airmata darah titik
Jatuh ke tubuh anaknya

Bbaru, 2007


Jukung Hanyut

Banjir
Di hulu berloncatan air dari rimba yang gundul
Lereng perbukitan yang kehabisan bebatuan
Bangkai binatang batangbatang lapuk reranting sisa terbakar
Mengapung dideras arus sungai

Rumahrumah lanting bergoyangan
Tiangtiang jembatan bergoyangan
Perahuperahu bergoyangan

Karena banjir disini sering terjadi
Maka orangorang menganggap hal yang biasa
Bahkan acap banjir menyergap kampung dan kota
Namun karena sering terjadi
Maka orangorang menganggap hal yang biasa

Suatu kali
Orangorang di pinggir sungai
Tercenung melihat sebuah jukung hanyut
Orangorang mendengar seperti jeritan panjang
dari kecipaknya yang digoncang arus maha deras
Orangorang pun terjaga dan menoleh sampai ke hulu

Bbaru,2007


Tuhan Memperolokolok Mereka

Mereka purapura tidak tahu
Tuhan memperolokolok mereka
Tapi dasar mereka tidak bermalu
Mereka rampok harta rakyat
Mereka korupsi uang rakyat
Mereka bunuh anakanak rakyat
agar anakanak mereka menguasai lapangan kerja
Mereka diperolokolok tuhan
Tapi dasar mereka tidak bermalu

Mereka ada ditempattempat ibadah
Dimajlismajlis ta’lim
Di ruangruang debat hukum
Mereka purapura tidak tahu
Tuhan memperolokolok mereka
Mereka kaum pendusta

Dimimbarmimbar mereka bicara
perdamaian kesejahtraan keadilan kemakmuran
Tuhan memperolokolok mereka
Mereka permainkan dengan dusta

Dengan kepintaran dusta mereka
Orangorang membenarkan perbuatannya
Dan mereka mendustakan tuhan menggali kubur
Dengan dustanya mereka terperosok kedalamnya

Bbaru,2007


Gadai

Di pintu loket pegadaian
Orangorang berjubeljubel
Menggadaikan harta bendanya
Orangorang berdesakdesakan
Saling dorong
Saling sikut
Saling depak
Ruang pegadaian jadi gaduh
Malah di liuar ruangan masih banyak menunggu

Ada yang gagal caleg dijerat hutang
Ada yang dicekik biaya sekolah anaknya
Ada yang didesak mahalnya biaya berobat
Ada yang perlu pelicin masuk lapangan kerja
Ada yang perlu modal usaha kecilkecilan
Ada yang didera pengangguran
Ada yang kehabisan beras
Ada yang mau kawin
Orangorang berdesakdesakan
Ruang pegadaian jadi gaduh

Di pegadaian lain
Ada orang diamdiam
Menggadaikan harga dirinya
Menggadaikan kehormatannya
Menggadaikan jabatannya
Awas jangan kau gadaikan
Bangsa dan negara kami !

Bbaru,2007


Merugi

Orangorang berpaling jadi pemimpin yang kafir
Karena ingin mendapat untung
Yang baik ditukar dengan yang buruk
Sesungguhnya ia merugi
Karena keuntungannya
Tak dapat menebus azab dan siksa


Bbaru,2007


Ampun

Orangorang itu datang
Menangisnangis
Memukulmukulkan jidatnya ke lantai
Meratapratap
Menghibahiba
Memohon ampun
Tuhan cuma diam

Suatu kali
Orangorang itu datang lagi
Tuhan berkata :
Sesungguhnya bukan kepadaku
Tapi kepada rakyatmu
Karena yang kau rampok itu harta mereka
Yang kau korupsi itu uang mereka

Orangorang itu pun pergi
Tapi entah kemana

Bbaru,2007


Langit dan Bumi ayahbunda

Aku tidak mengerti mengapa orangorang saling bunuh
Saling tembak saling tikam saling bacuk
Mengapa orangorang saling melempar batu
Mengapa orangorang membakar rumahrumah
Teriakan orangorang berlarian ketakutan
Orangorang roboh kena peluru kena batu

Aku tidak mengerti tahunya menangis kesana kemari
Menyeruak orangorang mengangkut yang luka
Menyeruak orangorang yang mengangkut mayat
Menyeruak orangorang yang menguburkan mayat
Berteriak memanggil ayahibu

Aku menangis
Mengapa rumah kami dibakar
Aku mengais puingpuing rurmahku
Kalaukalau ada ayahibu

Setelah kota ini mulai pulih dari porakporanda
Tak pernah mencari lagi dimana ayahbunda
Tapi kusimpan dalam ingatan
Aku pun mengenal jalan dan lorong kota ini
Tak mau jadi pencuri atau pun pengemis
Bila laparku lapar sepanjang trotoar yang sunyi
Bulan bintang matahari makanku
Dinginnya malam bianglala selimutku

Aku tak pernah menangis
Melihat seorang ibu membelikan anaknya mobilmobilan
Sebab aku memiliki sebuah parit
Bermain kapalkapalan

Sejak mengintip dari lubang dinding sekolah
Aku senang mengumpulkan koran
Mengumpulkan kertas kosong yang ada di bak sampah

Aku sering memperhatikan kau berada disini
Seseorang menegurku dengan ramah
Aku mengatakan sejujurnya
Kepala sekolah itu dalam menatapku
Lalu tersenyum dan memegang bahuku
Negara kita memerlukan pemimpin yang baik


Bbaru,2007

0 komentar:

Posting Komentar