Pages

Minggu, 26 April 2009

SHOGUN - James Clavell

Badai terus menerpa dan terasa begitu menusuk. Dia tahu, kalau tidak mendarat dalam tiga hari ini, mereka semua akan mati. Terlalu banyak kematian dalam pelayaran ini, pikirnya, aku nakhoda dari armada orangorang mati. Tinggal satu dari lima kapal—dua puluh delapan awak dari seratus tujuh dan sekarang hanya sepuluh yang masih mampu berjalan sementara yang lain sudah sekarat, termasuk Kapten- Jenderal. Tidak ada makanan, hampir tidak ada air, yang ada cuma air basi yang berbau busuk. Namanya John Blackthorne dan dia sendirian di atas geladak selain si Panjarwala*—Salamon si bisu—yang merunduk di keteduhan, meng-amati laut di depan.

Kapal tiba-tiba miring oleh hujan badai yang datang mendadak dan Blackthorne berpegang kuat pada salah satu lengan kursi kapal yang ikut terhempas ke dekat kemudi di geladak hingga kapal itu mantap kembali, diiringi bunyi kayu-kayu berderik. Itulah Erasmus. Kapal perang merangkap kapal dagang berbobot mati dua ratus enam puluh ton. Bertolak dari Rotterdam dengan dua puluh meriam dan satu-satunya kapal yang selamat
dari armada ekspedisi pertama yang dikirim kerajaan Belanda untuk memporak-porandakan musuh di Dunia Baru (sekarang benua Amerika).

Buku 1, Buku 2

0 komentar:

Posting Komentar