Raudal Tanjung Banua
(Yogyakarta)
Kami Bertukar Kisah
Di Ujung Puntung Kenangan
Kami bertukar kisah
di ujung puntung
kenangan. Kalau untung
kami bertemu sisa bara
guratan retak telapak tangan
Atau abu
sia-sia kami genggam.
Begitulah kami mengais
dalam abu
dengan perih luka tersiram
Dan ketika kami dapatkan
bara nyala di masing mata
Tak ada lagi yang kami pinta
selain buta.
Sebab retak untung terlanjur bicara
Puntung dan abu tak mungkin kembali kayu
di rimba.
Maka kami tinggal bertukar kisah
dalam kelam buta. Dan terasa
puntung padam
kembali nyala
Tangan kami
terasa bara.
Kami pun kekal
dalam dendang harap si kisah lama:
Kalau tak untung di hidup nyata
di gaib hidup kita berjumpa!
Yogyakarta, 2004
Rian Angkasa Pinem
(Bandung)
Semalam Cahaya Surut
maafkan, bila purnama muram
sukmaku di hujam panah malam
sisa hujan selalu membungkam
terbayang ruang sunyi mengancam
peristiwa alam adalah mutiara
saat kerinduan memuncak di udara
ada getar pertemuan yang bermuara
tapi kehinaan semakin nyaring bersuara
adakah tumpahan cinta bagi keterasingan
perjalanan tak selesai dalam hitungan
hingga luka tak henti bergandengan
kupercaya do’a sebagai nadi kenangan
kita bersama mewarnai lukisan dunia
membingkai catatan waktu yang tersedia
dengan ketulusan langkah begitu setia
menatap esok bersama bidadari yang ceria
tetaplah tersenyum saat kematian tiba
walau sejagad resah terus meraba
Kobong Sunyi, 26 Pebruari 2005
Rizki Sharaf
(Bandung)
Tangis Pengemis
Airmata mengalir
jadi air bah.
Semua hanyut
oleh kesakitan anak kecil
yang hilang bapak-ibunya,
bergayut pada kaleng kosong
sebagai sampan
penadah rupiah
Uang tak bisa hentikan tangisan Tuan!
Silakan berlalu-lalang
bersama dompet yang enggan
melepas lajang.
Dia tidak untuk dipandang,
tapi untuk direnungkan.
Bandung, 2005
Rohadi Noor
(Kudus)
Silhouette
: M
kegelisahan yang menancap di matamu
adalah usia yang mengendap-endap
menerjemahkan waktu yang mengalir
pokok-pokok tanjung di halaman
tempat kau belenggu hatimu telah usai berbuah
sementara engkau terus menunggu bunganya
(merpati yang engkau lepas kemarin
mengapa juga tak kunjung pulang)
lalu cinta,
cuma terlipat di celana
menebak birahi yang meronta-ronta
menerkammu dari segala penjuru
gadis yang selalu muncul di dalam mimpi
menjelma perempuan renta
karena tak pernah kau sapa
tangismu pecah bersama gerimis
pucuk-pucuknya menjelma anak panah
yang memasuki belantara hatimu
terus dan terus
adakah senyum itu kemenangan atas sakit
atau kau terlalu bodoh
membaca bayangmu sendiri !
Pekalongan, 29 Juli 2003
The Chronicles of Narnia : Keponakan Penyihir - Nurul Huda Kariem MR
10 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar