Pages

Senin, 12 Juli 2010

Dilarang Mencintai Bunga-bunga - Kuntowijoyo


“Anda sudah punya anak? “ Saya sudah, dua orang putera yang sedang tumbuh lucu-lucunya, jauh di sebuah pulau terpencil di Banggai kepulauan sana dengan ibunya yang sedang PTT. Situasi yang sangat tidak enak berada berjauh-jauhan dari mereka. Tak dapat secara langsung melihat keriangan wajah-wajah polos itu setiap saat.
Anak mungkin anugerah Tuhan yang tak ternilai untuk sebuah keluarga. Rabindranath Tagore seorang penyair India pernah berkata, “Setiap anak lahir dengan membawa pesan bahwa Tuhan belumlah bosan dengan manusia”. Ya, anak adalah sebuah pesan dari Tuhan bahwa Ia masih percaya kepada manusia hingga masih berkenan menitipkan putera-puteri ituuntuk dijaga dan diasuhnya.
Dan membesarkan anak ternyata bukanlah persoalan mudah. Setidaknya tergambar dalam sebuah cerpen Kuntowijoyo, “Dilarang mencintai bunga-bunga”. Kisahnya memukau saya tentang pilihan-pilihan tak mudah seorang anak tentang hidup. Mungkin Ghibran benar saat berkata bahwa anak seperti panah kehidupan, ia akan melesat jauh ke depan. Orang tua hanyalah penarik busur namun arah sang panah tidak bisa ditentukan oleh mereka. Sang anak akan mencari sendiri masa depannya. Namun ada sebuah pertanyaan tersisa. Salahkah jika sebagai orang tua pun punya harapan atas mereka?
Dalam kisah yang dirangkai manis Kuntowijoyo ini terjadi pergolakan menegangkan saat sang ayah menginginkan anaknya tumbuh menjadi laki-laki yang kuat. Laki-laki yang bisa bertarung dengan hidup seperti dirinya yang seorang montir. Berkutat dengan logam dan oli. Kotor dan berkeringat. Ia ingin mengajarkan kepada puteranya terkasih bahwa bekerja adalah sebuah keniscayaan hidup. Tak ada hal berharga yang diraih dengan mudah dalam hidup tanpa berjuang. Ia sangat ingin melihat anaknya seperti “laki-laki”.


Dilarang Mencintai Bunga-bunga ~ Editor By. I-One

0 komentar:

Posting Komentar