Pages

Selasa, 06 Juli 2010

Sebab Aku Angin ~ Helvy Tiana Rosa


Malam mengelam. Mendekap Batu Merah dengan segala kegalauan. Gerimis turun menyapa sunyi. Mengencerkan ceceran darah, di sepanjang jalan. Mengusir asap kepedihan yang mengepul, dari bangunan yang telah menjadi arang.
Kupandangi nona di hadapanku sekali lagi. Wajah hitam manisnya menyembul dari balik jendela kayu yang terbuka. Ia tampak lusuh. Jilbabnya kumal berdebu, compang-camping dan terkena percikan darah di sana-sini. Meski lelah, wajah keras itu tak juga berubah. Beku. Kaku. Sebilah tombak ada dalam genggamannya. Senjata itu dijulurkannya ke luar jendela, lalu berkali-kali dihunjamkannya ke tanah.
"Cinta, menangislah," kataku dengan suara risau mendesau. Perempuan itu menatap puing-puing bangunan masjid, di seberang kami. Lama sekali.
"Beta seng bisa manangis." Suaranya bergetar, rahangnya mengeras.
Tetapi aku sangat ingin, bisikku. Tubuhku berguncang, bergetar. Berputar. Semakin lama semakin kencang. Meliuk-liuk...!
Cinta! Cinta! Sungguh, aku melihat semua!
"Karudung ini bagus sekali, Bu. Pantas untuk beta pakai menghadap Alloh di hari raya." Dari jendela kayu yang terbuka, kulihat nona tersenyum, menampakkan lesung pipitnya yang dalam.
Mamanya tertawa, menggantungkan sesisir pisang meja di sisi lemari kayu. "Ya, Nak. Itu rezeki dari-Nya. Bapakmu juga membelikan Ali dan Abid songkok baru."
"Selesai sholat, Jangan lekas pulang. Apalagi Bapak yang mengisi khutbah Ied," suara Bapak bangga.
"Iya! Iya!"
"Wah, bagia ini enak sekali" kata Ali dan Abid berbarengan. Kedua bocah itu mengerling nakal, lalu mencomot sepotong dua potong bagia, yang akan dimasukkan ke dalam toples. Semua tertawa. Bahagia.


Sebab Aku Angin ~ Editor By. I-One

0 komentar:

Posting Komentar