Pages

Rabu, 31 Maret 2010

Edisi 3

Ahmadun Yosi Herfanda
(Jakarta)

Resonansi Buah Apel

buah apel yang kubelah dengan pisau sajak
tengadah di atas meja. Dagingnya yang
putih-kecoklatan berkata,
‘’lihatlah, ada puluhan ekor ulat
yang tidur dalam diriku.’’

memandang buah apel itu aku seperti
memandang negeriku. Daging putihnya
adalah kemakmuran tanah airku
yang lezat dan melimpah
sedang ulat-ulatnya adalah para pejabat
yang malas dan korup

seekor ulat yang tahu tamsilku pun berteriak,
‘’kau pasti tahu siapa yang paling gemuk
di antara mereka, dialah presidennya!’’

buah apel dan ulat
ibarat negara dan koruptornya
ketika buah apel membusuk
ulat-ulat justru gemuk di dalamnya

Jakarta, 2000

Akhmad Muhaimin S.
(Sleman - Yogyakarta)

Tak Kubaca Isyarat Itu

kepergianmu betapa tiba-tiba, anakku
sungguh, tak kubaca isyarat itu
wajahmu masih saja berseri nan ayu
meski terbaring, dalam sakit seminggu

naik turun dari ruang picu dan tunggu
ayah dan ibu hanya bisa berdoa untukmu
eyang kakung dan putri mencintaimu
seluruh keluarga mengharap sembuhmu

tapi, pergimu betapa tiba-tiba, anakku
sungguh, tak kubaca isyarat itu
dua atau tiga malam menjelang ajalmu
wangi itu selalu saja di sekitar tubuhmu

sungguh, tak kubaca isyarat itu
wajahmu bahkan semakin berseri nan ayu

Yogyakarta, 2005

Alex R. Nainggolan
(Jakarta Barat)

Mencari Ibu

berapa banyak ibu tumbuh jadi bayangan dalam hariku ?
maka aku pun mencarinya, di atas tanah, sepanjang jalan,
di bawah hujan., tapi selalu kutemukan bentuk ibu-ibu yang lain
menggendong matahari, menancapkan kesakitan di tubuhnya sendiri, atau menyusui bayi yang paling purba
aku kehilangan tanda mencarinya, cuaca kembali datang dengan bencana
yang tak mudah diterka

ibu, ibu, di mana kamu ? seperti masuk ke dalam sesat jalan langkahku
tak ada jawaban, cuma hening yang tak bergeming, menyimpan seluruh masa lalu yang bening

aku mencari ibu di dalam tubuh rempuan
tapi yang kutemukan hanya rahim-rahim yang kosong
kehilangan benih, di sudut-sudut kota berkerumun dengan darah aborsi

aku mencari ibu di tubuh istri-istri
tapi cuma kutukan nyali birahi yang ada
mendekap malam-malam yang penuh keranda

aku mencari ibu lagi, di antara getar suara ponsel
surat-surat yang kutumpuk di lemari pakaian, atau sisa uang untuk belanja
hari ini. tak ada ibu di sana, di pohon-pohon apel
yang ada cuma ulat-ulat, merakit sekarat
tempat adam belajar kata cinta pada hawa
dan menggapai dunia

ibu, di mana kamu ? seperti kundang, tak henti-henti kupanggul kutuk ini
tak kutemukan ibu. hanya patung-patungnya dibangun di penjuru kota

Jakarta, 2004


Ali Syamsuddin Arsi
(Banjarbaru)

Bermain Bersama Anak-anak

Memasuki ruang kasih kalian aku menjadi asing dalam kebersamaan
namun izinkanlah, walau sepintas mungkin tak pantas
aku sudah berupaya agar cinta kita tetap terjaga
seperti kisah-kisah binatang yang sering mengantarkan tidur kalian
setiap malam, atau malam-malam yang lain
ada banyak tayangan, kenangan bahkan panutan
dari bayang-bayang kehadiran, karena dongeng itu
selalu saja menjadi pilihan utama, selain harus lebih banyak membaca buku-buku cerita sebagai hadiah kenaikan kelas kalian

Memasuki ruang mimpi kalian aku menjadi sesat dalam kesendirian
sementara jalan yang kau lalui tak semuanya aku pahami
tapi tali kendali layang-layang kalian dengan teguh harus kupertahankan
karena angin di luar berhembus sangatlah kencang
belantaramu, ternyata lain dengan rerimbun di zaman berbedasi
izinkan aku ikut bermain di tengah-tengah kalian

Tuhan, jarak seperti apa lagi yang akan engkau paparkan
dari lika-likunya kasih dan sayang, sementara cinta
haruslah tetap dipertahankan
walau sampai ke batas kematian
karena keabadian itu merupakan sumber bayangmu
dari zaman ke zaman, dari ruang ke ruang

Tuhan, atas izinmu aku lebih memilih bersama mereka
walau tidaklah harus di tengah mereka
karena di balik dunia, ternyata dunia lain juga ada

Banjarbaru, November 2005

0 komentar:

Posting Komentar